Minggu, 11 November 2018

Strategi Pertahanan Esensi dan Eksistensi Bahasa Ibu dalam Kehidupan Masyarakat



Strategi Pertahanan Esensi dan Eksistensi Bahasa Ibu
dalam Kehidupan Masyarakat
Oleh Ade Safri Fitria
Bahasa Ibu (Bahasa Asli, Bahasa Pertama; secara harfiah mother tongue dalam bahasa Inggris) adalah bahasa pertama yang dipelajari oleh seseorang, dan orangnya disebut penutur asli dari bahasa tersebut. Biasanya seorang anak belajar dasar-dasar bahasa pertama mereka dari keluarga mereka. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa Ibu memiliki arti yakni bahasa pertama yang dikauasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh adanya rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Dalam hal ini keluarga (ayah, ibu, kakak, nenek, kakek) atau orang-orang dewasa yang terdapat di sekitar anak merupakan sosok atau model yang paling dekat dengan anak usia dini yang menjadi suatu panutan bagi anak. Selain itu, anak usia dini memiliki karakteristik imitasi (meniru). Anak usia dini selalu meniru kegiatan-kegiatan orang dewasa atau keluarganya baik itu tingkah laku yang dilakukan keluarganya maupun bahasa yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kepandaian dalam bahasa Asli sangat penting untuk proses belajar bahasa berikutnya, karena bahasa Ibu dianggap sebagai dasar cara berpikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama seringkali membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. Oleh karena itu, bahasa Ibu memiliki peran pusat dalam pendidikan. Pentingnya peran bahasa Ibu memicu kemunculan perspektif yang menganggap bahwa bahasa Ibu memang wajib dipertahankan esensi dan eksistensinya di dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa peran bahasa Ibu terhadap seorang anak di antaranya yakni bahasa Ibu merupakan alat ekspresi dan komunikasi bagi anak, bahasa Ibu merupakan sumber pengetahuan bagi anak, bahasa Ibu merupakan pertahanan yang kuat untuk melawan tergerusnya pemakaian bahasa daerah yang terjadi di era globalisasi, dan bahasa Ibu menjadi bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah. Berikut beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam rangka mempertahankan esensi dan eksistensi bahasa Ibu.
1.    Pengindahan Peringatan Hari Bahasa Ibu
UNESCO telah menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya bahasa Ibu untuk terus diperingati dalam arti "dipertahankan" pemakaiannya dan "diberdayakan" fungsinya. Dalam literatur sosiolinguistik makro, kajian pemertahanan bahasa lazimnya tertuju pada bahasa Ibu dalam konteks bilingual, yang dalam hal ini terdapat bahasa Ibu (minor language) atau bahasa etnis bersehadapan dengan bahasa utama (major language), seperti bahasa nasional. Hal ini relevan dengan konteks Indonesia, yang di dalamnya terdapat sekitar 700 bahasa etnis, dengan jumlah penutur yang sangat beragam dari puluhan ribu sampai puluhan juta. Sejak tahun 1951, UNESCO telah merekomendasikan penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan. Hal itu merupakan langkah konkret dalam pemertahanan dan pemberdayaan bahasa Ibu. Pemertahanan bahasa ibu (language maintenance) lazim didefinisikan sebagai upaya yang disengaja, antara lain, untuk mewujudkan diversitas (keberagaman) kultural, memelihara identitas etnis, memungkinkan adaptabilitas (kemampuan beradaptasi) sosial, secara psikologis menambah rasa aman bagi anak, dan meningkatkan kepekaan linguistis (Crystal, 1997). Kegiatan peringatan hari bahasa Ibu dikemas dengan mengangkat nilai-nilai kebudayaan lokal yang berkaitan dengan bahasa lokal misalnya lomba menyanyi tembang daerah seperti macapat di Jawa untuk tingkat provinsi.

2.    Pembentukkan Peraturan yang Mengikat Eksistensi Bahasa Ibu
Hal ini dapat diwujudkan melalui adanya pemunculan peraturan yang merawat keterpeliharaan pengindahan bahasa Ibu atau bahasa daerah sebagai bahasa yang digunakan sehari-hari di dalam bermasyarakat setelah bahasa nasional seperti pemunculan peraturan hari penggunaan bahasa Ibu yang dilaksanakan rutin setiap hari tertentu dalam satu pekan baik di lingkungan pendidikan formal maupun lingkungan sosial secara luas seperti keluarga, ruang kerja, ruang dinas, dan lain-lain. Dengan adanya peraturan yang dapat mengikat eksistensi bahasa Ibu tentu secara tidak langsung maupun secara langsung penggunaan bahasa Ibu atau bahasa Daerah akan terlestarikan.

3.    Pemuatan Bahasa Ibu dalam Mata Pelajaran Muatan Lokal
Dengan masuknya bahasa Ibu dalam mata pelajaran muatan lokal tentu mampu mengoptimalkan ruang pendidikan formal sebagai penjaga esensi dan eksistensi bahasa Ibu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga merupakan upaya optimalisasi penyertaan bahasa Ibu dalam ruang pendidikan formal di luar penempatan bahasa Ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan tingkat dasar. Dengan diajarkannya bahasa Ibu di ruang pendidikan formal mampu memberikan dampak perluasan pengetahuan seorang anak dalam memahami bahasa daerahnya dibanding dengan pengetahuan yang hanya ia dapatkan di ruang keluarga. Contohnya yakni anak akan lebih menguasai pengetahuan yang lebih luas seperti pemahaman tembung kosok balen, aksara Jawa, geguritan, dan hal lain dalam konteks budaya Jawa dibandingkan dengan perolehan anak tentang bahasa Ibu atau bahasa Daerah yang hanya diajarkan tentang pelafalan istilah-istilah dan penggunaan tata bahasa seperti bahasa Jawa Ngoko dan Jawa Krama dari lingkungan keluarganya.
4.    Pemberlakuan Ruang Bahasa Ibu di Setiap Daerah Indonesia
Langkah ini dapat dititik beratkan pada peran pemerintah daerah dalam rangka merawat kelestarian bahasa daerahnya dengan penguatan partisipasi masyarakat dalam upaya ini. Dengan adanya ruang atau sudut-sudut bahasa Ibu, masyarakat umum di setiap daerah maka masyarakat baik penutur asli maupun penutur asing dari suatu bahasa daerah akan semakin terbiasa menggunakan bahasa lokalnya. Untuk penempatan sistem ini bisa dilakukan dimanapun akan tetapi hal ini dapat memberikan dampak yang cukup besar apabila sistemnya diletakkan pada ruang-ruang yang sekiranya berada di sekitar ruang publik atau pusat keramaian sehingga banyak masyarakat yang terpengaruh dibanding penempatan ruang bahasa Ibu di sudut terpencil dan sepi. Contohnya pengaktualisasian Taman Kota Berbahasa Jawa.

5.    Sosialisasi Keterkaitan Esensi dan Eksistensi Bahasa Ibu Terhadap Penanaman Nasionalisme pada Anak Sejak Dini
Sosialisasi yang menerangkan keterkaitan antara esensi dan eksistensi bahasa Ibu terhadap penanaman nasionalisme pada generasi sejak dini juga sangat penting. Selain mengoptimalkan peran orang tua dalam lingkungan pendidikan informal (keluarga), sosialisasi ini juga dapat dilakukan melalui penyuluhan-penyuluhan atau seminar sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan balai bahasa, lembaga pendidikan, serta lembaga kemasyarakatan. Dengan pelestarian bahasa Ibu tentu saja hal ini memberikan pengaruh terhadap peningkatan rasa nasionalisme dalam diri generasi masa kini dengan pendalaman-pendalaman pemahaman terhadap esensi bahasa Ibu itu sendiri. Contohnya penanaman rasa cinta tanah air melalui pembentukkan tata perilaku atau kesantunan seorang anak melalui pendidikan bahasa Ibu di lingkungan Jawa dengan penerapan tata bahasa Krama Halus misalnya.

6.    Pembuatan Kamus Bahasa Ibu atau Bahasa Daerah Digital yang Ramah Anak
Di era yang serba modern ini segala hal tentang kehidupan banyak sekali yang dapat dimuat dan diakses melalui jejaring sosial bahkan segala kalangan masyarakat dapat andil di dalamnya tanpa terkecuali golongan anak-anak. Orang tua masa kini sudah tak sedikit yang mulai memfasilitasi anak-anaknya dengan fasilitas gawai, laptop, dan berbagai jenis alat digital lainnya. Melihat keadaan ini, untuk meminimalisirkan dampak negatif penggunaan fasilitas digital bagi seorang anak, dengan adanya “Kamus Bahasa Ibu Digital yang Ramah Anak” dapat menjadi alternatif yang solutif. Ramah anak dalam hal ini yakni penerapan cara penyampaian informasi terhadap pembaca (anak-anak) dengan metode yang mudah diterima atau ditangkap. Aktualisasinya dapat dikemas melalui bentuk kamus yang bergambar, karena anak-anak pada umumnya memang lebih suka melihat gambar daripada membaca rangkaian berupa tulisan huruf perhuruf atau angka demi angka.