Rabu, 30 Oktober 2019

Keterbentukkan Pribadi Anak ditentukan Kedekatan dengan Sosok Ibu

(Revitalisasi Pendidikan Informal sebagai Karakterisasi Terpenting dalam Hidup)
Oleh: Ade Safri Fitria
Pendidikan merupakan upaya terstruktur yang dilakukan secara sengaja dalam rangka memanusiakan manusia muda. Dengan kata lain, pendidikan berarti sebuah proses karakterisasi atau proses pembentukan kepribadian seorang manusia. Dalam Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal 1 menjelaskan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Sedangkan tujuan dari pendidikan memiliki tiga substansi yakni pembentukkan afeksi (sikap), kognisi (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).

Selain pendefinisian tentang pendidikan, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS pasal 13 ayat (1) juga menyebutkan tentang ruang pendidikan dengan redaksi “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.” Pendidikan formal mencakup pendidikan dasar, menengah serta pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Sedangkan kegiatan pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.



Keluarga sebagai kanal pendidikan informal dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam tatanan masyarakat. Tanpa dijabarkan secara rinci, tentu khalayak umum paham bahwa di dalam komponen keluarga seorang lelaki berperan sebagai subjek dengan istilah seorang “ayah” yang notabene berfungsi selayaknya kepala dan juga topangan rumah tangga khususnya dalam hal finansial (nafkah), sedangkan perempuan berperan sebagai subjek (ibu) yang menentukan keterbentukkan afeksi (sikap) dari generasi atau seorang anak dalam hal ini. Itu sebabnya peran seorang lelaki dengan perempuan sebenarnya tidak ada dominasi subjek mana yang bertugas paling berat dalam tatanan sosial khususnya untuk konteks keluarga, karena keduanya memiliki koridor dan bobot atas masing-masing tanggungan baik secara moril maupun materil. Sesuai dengan penjabaran substansi pendidikan di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, keluarga memiliki urgensi sebagai kanal pendidikan informal yang berposisi sebagai pendidikan terdekat dan paling berpengaruh terhadap pembentukkan suatu kepribadian seorang anak.

Konsep keseimbangan peran antara lelaki dengan perempuan dianalogikan oleh Bung Karno dengan gagasan yang menyatakan “laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; Jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali.” Artinya keluarga sebagai bentuk suatu organisasi haruslah mengedepankan kesetaraan peran antara sosok ayah dan ibu dengan porsi yang seadil-adilnya demi tercapainya tujuan dari keluarga itu sendiri. Terlepas dari bahasan menyoal kesetaraan peran, Bung Karno juga mengamini bahwa masalah perempuan berarti masalah negara. Tentu saja hal ini memiliki korelasi kuat dengan peranan perempuan yang secara tanggung jawab moril paling mempengaruhi keterbentukan pribadi seorang anak karena memang sejatinya ibu ialah subjek terdekat bagi seorang anak pada umumnya.


Sembilan bulan seorang Ibu pada umumnya mengandung janin bakal reinkarnasi biologis. Tanpa berpenghitung letih serta pengorbanan, jiwa dan hatinya begitu luas untuk merelakan raganya diisi nyawa baru. Menjaga penuh kasih membesarkan penuh cinta. Berlaku adil pada tubuh demi penjagaan keberadaan buah hati dalam kandungan memang bukan perkara gampang.

Keluarga menjadi ruang pendidikan utama dalam proses pembentukkan karakter seorang anak sebelum dunia luar; baik kelas-kelas pendidikan formal atau lingkungan sosial mempengaruhi proses penentuan jati dirinya. Ibu yang baik serta bijaksana pasti interaktif dengan buah hatinya sedari si bayi berada dalam kandungan. Membiasakan interaksi seolah sedang berbincang dengan bayi dalam kandungan, memperdengarkan musik di muka perut ibu untuk jabang bayi, mengelus saat bayi menendang perut ibu, dan masih banyak lagi pembiasaan yang bisa mempengaruhi keterbentukkan karakter serta emosional anak sejak dari kandungan.

Penelitian-penelitian ilmiah menyepakati bahwa bayi yang masih berada di dalam kandungan sebenarnya sudah memiliki daya reseptif yang cukup baik melalui indera pendengaran. Itu sebabnya suara dari lingkungan sekitar ibu akan menentukan tingkat kepekaan anak. Pembiasaan pendidikan audio oleh seorang ibu terhadap anak akan membentuk kegemaran tersendiri bagi anak itu sendiri ketika dewasa. Misalnya seorang ibu religius akan memperdengarkan lantunan bacaan ayat suci Al-Qur’an atau shalawat secara tidak langsung akan terekam memori bayi kemudian secara berkesinambungan asupan memorinya saat dikandung ibu akan mengarahkan pendewasaan dirinya sebagai pribadi yang menggemari suara yang bersifat religius, begitupun dengan bayi yang diperdengarkan instrumen-intrumen klasik, lagu-lagu pop, rock, dan lain sebagainya.

Selain penentuan kegemaran, apa yang didengar bayi saat dikandung sang ibu seperti ajakan interaksi yang komunikatif dengan peragaan seolah-olah ibu sedang berdialog dengan bayi dalam kandungan juga akan membiasakan seorang anak sebagai pribadi yang kelak terbiasa komunikatif dengan lingkungan sekitarnya dan cenderung menjadi pribadi yang terbuka. Dengan demikian anak juga akan lebih mudah dan lebih cepat menguasai keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) karena sudah dibiasakan sejak berada dalam kandungan ibu. Kosa kata yang dikuasai tentu akan lebih banyak dibandingkan anak yang tidak terbiasa diajak sang ibu untuk berkomunikasi saat masih dikandung.

Selain pembentukan keterampilan berbahasa anak, pola kepedulian seorang ibu terhadap kandungan juga mempengaruhi mutu kesehataan jiwa raga sang anak seperti pola hidup sehat selama hamil akan menentukan banyak aspek kesehatan sang anak. Pembentukkan emosional anak bisa dilakukan dengan cara kebiasaan mengelus bagian perut yang ditendang anak agar menstimulus bayi bahwa setiap tindak lakunya direspon sang ibu kemudian konsep pembiasaan ini akan membekali afeksi anak agar mendewasa menjadi pribadi yang kaya akan empati atau kepedulian terhadap sekitarnya. Jadi, peran kasih ibu yang tergambar melalui kedekatan dirinya dengan bayi saat dalam kandungan akan membekali memori anak untuk menjadi pribadi yang kuat keterampilan berbahasa melalui pendidikan audio, membekali selera kegemaran, membiasakan anak sebagai seseorang yang interaktif, membentuk emosional yang baik dengan sentuhan responsif ketika bayi menendang perut ibu, dan mungkin masih ada beberapa manfaat pendidikan informal ibu terhadap anak saat mengandung.


Terlepas dari pendidikan prenatal (sebelum kelahiran), ibu juga tentu memiliki peran-peran di dalam keseharian anak hingga terbentuklah suatu capaian pendewasaan yang dirasa matang bagi seorang anak. Wawasan dan/ atau taraf pendidikan perempuan menentukan kualitas generasi. Esensi daripada pendidikan ialah mempertajam logika dan memperhalus rasa. Itu sebabnya mengapa taraf pendidikan ibu akan mencetuskan konsep bagaimana pola asuh yang baik untuk mendewasakan seorang anak. Anak-anak yang baik hanya akan terlahir dari rahim dan didewasakan oleh jiwa perempuan yang baik pula. Maksudnya setiap pengetahuan baik teoritis maupun empiris yang dimiliki seorang perempuan akan menentukan bagaimana keterampilan diri dalam mendidik darah dagingnya sendiri.

Pada akhirnya bagaimana keterbentukkan anak akan ditentukan oleh kedekatan ia dengan ibunya. Baik sejak dari dalam kandungan, pasca lahir, dan kapanpun. Pribadi perempuan yang selalu mengajak anak untuk terbuka tentu akan menumbuhkan kualitas anak yang senantiasa hidup penuh kejujuran dan keterbukaan. Tauladan ibu juga akan sangat menentukan pemahaman anak dalam menentukan sikap apa yang sepantasnya ditiru oleh pribadinya. Ibu-ibu yang terbiasa mencontohkan pola hidup bersih akan mendoktrin anaknya untuk bernaluri mencintai segala sesuatu yang bersih dan rapih pula, pun sebaliknya. Pepatah mengatakan “buah takkan jatuh jauh dari pohonnya” dan hal ini dibuktikan oleh realitas yang mengamini bahwa watak (bukan sikap) seorang ibu akan sangat kental diturunkan pada kepribadian anaknya. Ibu yang gagal mencetuskan iklim harmonis dan kenyamanan terhadap anak biasanya memicu ketertekanan sendiri bagi hidup seorang anak, dari ketertekanan inilah yang pada akhirnya menuntut anak untuk hidup menjadi sebagai seorang pemberontak dan sangat sukar menerima nasehat atau keras kepala, bahkan sangat membuka kemungkinan bahwa anak akan menjadi pribadi yang sangat tertutup dan apatis terhadap lingkungan sekitarnya.

6 komentar:

  1. _Jika anda berpikir menetap di suatu tempat selama beberapa tahun, mulailah bertanam padi. Jika anda berpikir menetap untuk waktu lebih lama lagi, mulailah bertanam pohon. Akan tetapi, jika anda mau menetap untuk selamanya, mulailah mendidik manusianya_

    *( _Confusius_ )*

    Dan yang mampu mendidik manusia adalah perempuan *IBu

    BalasHapus
  2. Subhanallah, terima kasih, Kak. Semoga kelak menjadi lelaki yang seutuhnya mengimbangi peran ibu dari anak-anakmu untuk mendidik Wkwk

    BalasHapus
  3. gilssss ini daging banget Ade 🔥

    BalasHapus