Rabu, 02 Oktober 2019

Kritik Sastra pada Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" Karya Sapardi Djoko Damono


Kritik Sastra pada Puisi “Pada Suatu Hari Nanti”
Karya Sapardi Djoko Damono
Disusun oleh Ade Safri Fitria
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Tidar

A.    Parafrase
Pada suatu hari nanti. Jasadku tak akan ada lagi. Tapi dalam bait-bait sajak ini. Kau takkan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti. Suaraku tak terdengar lagi. Tapi di antara larik-larik sajak ini. Kau akan tetap kusiasati. Pada suatu hari nanti. Impianku pun tak dikenal lagi. Namun di sela-sela huruf sajak ini. Kau takkan letih-letihnya kucari.
Karya: Sapardi Djoko Damono

B.     Orientasi
Kritik sastra pada puisi yang berjudul “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono (SDD) bisa menggunakan pisau analisis orientasi objektif. Orientasi objektif merupakan sudut pandang yang fokus pada sebuah karya sastra sebagai objek atau pusat analisis atau kajian guna memahami maksud yang dapat ditafsirkan dari karya sastra itu sendiri. Puisi SDD yang berjudul “Pada Suatu Hari Nanti” memiliki kekhasan diksi yang sederhana dan menggambarkan maksud pengarang secara tertuang penuh dalam simbol-simbol yang digunakan sebagai analogi pendukung tema kesetiaan sehingga orientasi objektif dirasa tepat untuk menjadi pisau analisis kritik sastra pada satu karya ini. Berikut adalah penafsiran yang dapat dijabarkan dari puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Pada Suatu Hari Nanti”.
1.      Tema
Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono (SDD) mempunyai tema tentang ‘kesetiaan’. Gambaran kesetian ini dicerminkan terhadap sosok “Kau” yang bisa ditafsirkan sebagai para pembaca, meskipun subjek “Aku” di dalam puisi ini tidak ada, tetapi penyair akan tetap setia ada bagi pembaca karya-karyanya.

2.      Tipografi
Puisi ‘Pada Suatu Hari Nanti` karya SDD bertipografi rata kiri dan diberi kemasan wajah sederhana untuk memperkuat makna yang hendak disampaikan yaitu tentang kesetiaan yang tercermin dalam kesederhaan ketulusan.

3. Pilihan Kata (Diksi)
Karya SDD satu ini menggunakan pilihan kata (diksi) konkret. Kata kongkret adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya. Atau dengan kata lain, kata-kata yang digunakan dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Seperti pengimajian, kata yang dikongkretkan juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.
Pada puisi ini contoh kata kongkret terdapat pada bait:
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
Penyair mengiaskan bahwa ‘kehidupan’ itu dianalogikan dengan sela-sela huruf pada kata-kata dalam sajak, kemudian “kau takkan letih-letihnya kucari” berarti penyair takkan pernah berhenti untuk mencari tujuan hidupnya.

3.      Majas
Pada puisi ini hanya terdapat majas metafora. Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata perbandingan.Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Becker, 1978:317).

Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari
Pada kata-kata dalam bait di atas menggunakan majas metafora karena mengumpamakan sesuatu dengan bait, larik, huruf, dan sajak.

4.      Amanat
Amanat adalah pesan yang akan disampaikan oleh penyair melalui sebuah karya sastra. Amanat dari puisi ini adalah bahwa penyair ingin menyampaikan kesetiaannya kepada pembaca walaupun ia sudah tidak ada, pembaca tak perlu sedih karena penyair tetap setia dan tetap bisa menemani pembaca dengan karya-karyanya.

5.      Perasaan
Perasaan di dalam puisi “Pada Suatu Hari Nanti” yakni sedih karena penyair menyadari bahwa cepat atau lambat manusia pasti akan menutup usia (meninggal), tetapi penyair berjanji akan tetap setia pada para pembaca melalui keabadian segala karyanya.

6.      Citraan
Pengimajian atau pencitraan adalah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk mennggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam jiwa pembaca. Berikut beberapa larik citraan dalam puisi “Pada Suatu Hari Nanti”.
Jasadku tak akan ada lagi               (penglihatan)
Suaraku tak terdengar lagi              (pendengaran)
Kau takkan letih-letihnya kucari     (penglihatan)

C.    Teori Sastra
Teori yang digunakan untuk menganalisis puisi “Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono yakni Teori Psikoanalisis Sastra. Teori sastra psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra berkedudukan sebagai symptom (gejala) dari penyairnya. Dalam pasien histeria gejalanya muncul dalam bentuk gangguan-gangguan fisik, sedangkan dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya yang kreatif.
Akan tetapi harus diingat, bahwa pencerminan kejiwaan penyair berlangsung secara tanpa disadari oleh si penyair itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketaksadaran penyair bekerja melalui aktivitas penciptaan puisinya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan pemenuhan secara tersembunyi atas hasrat penyairnya yang terkekang (terekspresi) dalam ketidaksadaran. Berikut beberapa simbol puisi yang dapat ditafsir sebagai bentuk gejala psikis penyair yang termuat dalam karyanya.

Pada Suatu Hari Nanti
Karya: Sapardi Djoko Damono

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

Bait I

Perenungan penyair yang khawatir pada kepastian tutup usianya, tetapi penyair berjanji akan setia untuk tetap menemani para pembacanya melalui keabadian karya-karyanya.


Bait II
Keniatan hati penyair yang akan senantiasa setia untuk tetap menemani kesunyian para pembaca karyanya.

Bait III
Kesetiaan penyair untuk tetap selalu menjaga keberadaan para pembaca di dalam keabadian karya-karyanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar