Jumat, 08 Februari 2019

Wahai Pujangga


Wahai pujangga,
Adakah disana kau mengenang rangkaian kisah yang telah lalu?

Wahai pujangga,
Adakah disana kau mengingat kupu-kupu yang setia menanti kumbang dengan jiwa yang terbalur rindu?

Wahai pujangga,
Adakah disana kau mengerti segala anyaman diksi yang selama ini ku persembahkan untukmu?

Wahai pujangga,
Adakah disana kau terniang kisah juang yang telah luntur pudar termakan waktu?

Wahai pujangga,
Adakah disana kau mendengar bisik relung sukmaku?

Wahai pujangga,
Pahamilah segala sandi nan penuh teka-teki yang selama ini ku beri.


Bumiayu, 16 November 2016.

AKU




Aku adalah aku
Akan tetap seperti itu
Meski dikau tak lagi membersamai langkah tualang kehidupanku
Aku tetap menjadi kata yang setia mencari makna



Nihil Alpa


Kosong
Abu menggosong
Embun ditenggelamkan kabut yang berkabut
Aku diam
Sendiri
Menerjang sunyi
Aku suntuk
Nihil
Alpa

Merbabu



Di sana
Aku lupa untuk merasa luka
Itu saja
Merbabu
Penebusan rindu

Bolehkah Aku


Bolehkah aku kembali meminjam bahumu yang berlencana itu?
Sekedar untuk bersandar sepanjang aku mengisahkan semua yang ku rasa belakangan ini
Letih, haru, luka, suka juga duka tentunya kian terkemas meski tak rapih
Tirta mata yang tak terbendung
Andai kau usap
Sayang
Kemarin bukanlah hari ini apalagi hari esok bahkan lusa
Semoga kau tetap kokoh sebatang kara
Kosong

Tanpa Seorang Pun

Tanpa seorang pun
Aku terjebak di belantara
Terancam mati terbunuh teror wana
Melepas diri
Aku justru kian tersasar di labirin rimba
Aku mati pasca bersetubuh dengan gigil semesta

                      Bumiayu, 8 Agustus 2018